Rita Maya

Rita Maya

Rabu, 04 Januari 2012

Coretan 5 Januari 2012

KATA MAJEMUK DAN FRASA


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kata Majemuk
Berikut adalah pengertian dari kata majemuk yang diambil dari beberapa sumber.
        1.     Verhaar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk kalau hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaksis. Komposisi atau pemajemukan adalah proses morfemis yang menggabungkan dua morfem atau pradasar menjadi satu kata, yaitu kata majemuk atau kompaun.
        2.     Abdul Chaer (1994) berpendapat bahwa komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
        3.     Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki struktur tetap dan tidak dapat di sisipi kata lain.
        4.     Kata majemuk atau kompositum adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan.
        5.     Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk arti baru atau suatu kesatuan makna. (peperonity.com/go/sites/mview/bahasa-indonesia/17766199)
        6.     Kata majemuk adalah gabungan dua buah morfem dasar atau lebih yang mengandung satu pengertian baru. Kata majemuk tidak menonjolkan arti tiap kata. tetapi gabungan kata itu secara bersama-sama membentuk suatu makna atau arti baru.
        7.     Pendapat Ramlan (1985) tentang kata majemuk adalah suatu kata baru yang merupakan gabungan dua kata sebagai unsurnya.
        8.     Sutan Takdir Alisjahbana (1953), berpendapat bahwa kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan makna unsurnya-unsurnya.
        9.     Kridalaksana (1985) menyatakan kata majemuk haruslah tetap berstatus kata.
    10.     Menurut Soedjito, kata majemuk adalah hasil dari proses penggabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan satu makna baru yang khusus.
    11.     Kelompok linguis yang berpijak pada tata bahasa struktural menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk jika di antara unsur-unsur pembentuknya tidak dapat disisipkan apa-apa tanpa merusak komposisi itu atau jika unsur-unsurnya tidak dapat dipertukarkan tempatnya.
    12.     Linguis kelompok lain, ada juga yang menyatakan sebuah komposisi adalah kata majemuk kalau identitas leksikal komposisi itu sudah berubah dari identitas leksikal unsur-unsurnya.
Ada tiga golongan ahli yang telah bekerja di dalam sejarah pencarian identitas dan eksistensi kata majemuk bahasa Indonesia.
        1.     Golongan pertama adalah para ahli tatabahasa tradisional yang telah menemukan “sebuah pengertian” atau “arti lain yang tidak sama lagi dengan arti asal unsurnya” sebagai ciri kata majemuk di dalam bahasa Indonesia.
        2.     Golongan kedua adalah mereka yang ingin menolak “pengertian baru” itu, tetapi menemukan “kedua unsurnya tidak dapat dipisahkan atau dibalikkan” sebagai ciri kata majemuk.
        3.     Golongan ketiga adalah mereka yang menggunakan konsep kata majemuk bahasa-bahasa Barat untuk mencari ciri dan identitas kata majemuk bahasa Indonesia.
Kalau golongan pertama dan kedua menemukan adanya kata majemuk bahasa Indonesia, tetapi golongan yang ketiga tidak menemukan apa-apa. Alhasil, menurut mereka dalam bahasa Indonesia tidak ada kata majemuk.
Ciri-ciri Komposisi (Kata Majemuk) Menurut Beberapa Tokoh
        1.     Ramlan (1985) berpendapat mengenai ciri-ciri kata majemuk adalah sebagai berikut.
                  a.     Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata.
Satuan gramatik yang unsurnya berupa kata dan pokok kata, atau pokok kata semua, berdasarkan ciri ini, merupakan kata majemuk. Hal itu dikarenakan pokok kata merupakan satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Selain itu, pokok kata secara gramatik tidak memiliki sifat bebas. Oleh sebab itu, gabungan dengan pokok kata tentu tidak dapat dipisahkan atau diubah strukturnya. Dengan demikian, setiap gabungan dengan pokok kata merupakan kata majemuk. Misalnya: kolam renang, pasukan tempur, barisan tempur, lomba lari, kamar kerja, jam kerja, waktu kerja, dan lain-lain.
                  b.     Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya.
Satuan kaki tangan berbeda dengan meja kursi meskipun unsur-unsurnya sama, ialah semuanya berupa kata nominal. Di antara meja dan kursi dalam meja kursi dapat disisipkan kata dan menjadi meja dan kursi, sebaliknya di antara kaki dan tangan dalam kaki tangan tidak dapat disisipkan kata dan. Kalau disisipkan kata dan, maka artinya akan berbeda.
        2.     Sedangkan menurut Soedjito, ciri-ciri kata majemuk adalah sebagai berikut.
                  a.     Kata majemuk dibedakan dengan frasa.
                  b.     Komponen kata majemuk tidak dapat dibalik susunannya.
                  c.     Jika mengalami proses pembentukan kata, kata majemuk itu menjadi bentuk dasar secara utuh. Contoh:
Kereta api → perkeretaapian
Tanggung jawab → pertanggungjawaban
Kambing hitam → mengambinghitamkan
                 d.     Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata.
Kata majemuk dapat dibedakan menurut sudut penulisannya, kelas kata yang membentuk-nya, dan hubungan kedua kata (morfem) pembentuknya.
        1.     Pembedaan Kata Majemuk Berdasarkan Cara Penulisannya
                  a.     Kata Majemuk senyawa
Kata majemuk senyawa adalah kata majemuk yang cara penulisannya dirangkaikan. seolah-olah telah melebur menjadi satu kata baru. Misalnya: matahari, hulubalang, bumiputra, dan lain-lain.
                  b.     Kata majemuk tak-senyawa
Kata majemuk tak-senyawa adalah kata majemuk yang cara penulisan morfem-morfem dasarnya tetap terpisah. Misalnya: sapu tangan, kumis kucing, cerdik pandai, dan lain-lain.
        2.     Pembedaan Kata Majemuk Berdasarkan Kelas Kala Pembentuknya
Berdasarkan kelas kata pembentuknya. kata majemuk dapat dibedakan atas:
                  a.     Kata majemuk yang terdiri atas kata benda + kata benda
Misalnya: kapal udara, anak emas, sapu tangan, dan lain-lain.
                  b.     Kata majemuk yang terdiri atas kata benda + kata kerja
Misalnya: kapal terbang, anak pungut, meja makan, dan lain-lain.
                  c.     Kata majemuk yang terdiri atas kata benda + kata sifat
Misalnya: orang tua, rumah sakit, pejabat tinggi, dan lain-lain.
                 d.     Kata majemuk yang terdiri atas kata sifat + kata benda
Misalnya: panjang tangan, tinggi hati, keras kepala, dan lain-lain.
                  e.     Kata majemuk yang terdiri atas kata bilangan + kata benda
Misalnya: pancaindera, dwiwarna, sapta marga, dan lain-lain.
                   f.     Kata majemuk yang terdiri atas kata kerja + kata kerja
Misalnya: naik turun, keluar masuk, pulang pergi, dan lain-lain.
                  g.     Kata majemuk yang terdiri atas kata sifat + kata sifat
Misalnya: tua muda, cerdik pandai, besar kecil, dan lain-lain.
        3.     Pembedaan Kata Majemuk Berdasarkan Hubungan Kata Pembentuknya Ditinjau dari segi hubungannya.
                  a.     Kata majemuk yang morfem pertama nya merupakan awalan (prefiks), seperti: prasarana, prasejarah, tanadil, dan lain-lain.
                  b.     Kata majemuk yang morfem pertamanya merupakan pangkal kata, seperti: rumah sakit, kapal udara, meja belajar, dan lain-lain.
                  c.     Kata majemuk yang morfem keduanya merupakan pangkal kata, seperti: mahasiswa, bumiputra, purbakala, dan lain-lain.
                 d.     Kata majemuk yang morfem pertamanya mempunyai hubungan sederajat dengan morfem keduanya, seperti: naik turun, besar kecil, pulang pergi, sanak saudara, dan lain-lain.

B.      Frasa
Berikut adalah pengertian dari frasa yang diambil dari beberapa sumber.
        1.     Abd. Syukur Ibrahim, dkk berpendapat bahwa frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.
Dari batasan tersebut dapat dikemukakan bahwa frasa mempunyai dua sifat, yaitu sebgai berikut.
                  a.     Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
                  b.     Frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, Pel, atau Ket.
        2.     Abdul Chaer (1994) menyatakan frasa lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
        3.     Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat. Oleh karena itu, frasa bersifat:
                  a.     frasa terdiri atas dua kata atau lebih,
                  b.     frasa selalu menduduki satu fungsi kalimat.
        4.     Chaer (1991:222), frasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
        5.     Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan.
        6.     Keraf (1984: 138) menyebutkan bahwa frasa adalah satuan kontruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih  yang membentuk satu kesatuan.
        7.     Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yangbersifat non predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
        8.     Frase adalah satuan sintaksis yang satu tingkat berada dibawah klausa dan satu tingkat berada di atas satuan kata.
Jadi, dengan kata lain frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi satu batas fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan.
Frasa terdiri dari dua unsur, yaitu:
        1.     unsur inti (D) = diterangkan,
        2.     unsur atribut/ pewatas/ penjelas (M) = menerangkan.
Frasa dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut.
1.    Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
                  a.     Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau setara.
                  b.     Frasa bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan atribut.
2.    Frasa Idiomatik
Frasa digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.
        1.     Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu:
                  a.     Frasa Endosentris
Kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu dapat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat. Frasa endosentris dibagi menjadi tiga.
1)   Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
2)   Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang memiliki unsur pusat dan mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
3)   Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif.
                  b.     Frasa Eksosentris
Frasa Eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Atau dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Menurut Imam (2008), Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
1)   Frase Eksosentrik yang Direktif
Komponen pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
2)   Frase Eksosentrik yang Nondirektif
Komponen pertamanya berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan “kaum”, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva atau verba.
        2.     Berdasarkan kategori/kelas kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
                  a.     Frasa Benda atau Frasa Nomina, yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori nomina. Unsur pusat frasa nomina itu berupa:
1)   nomina sebenarnya,
2)   pronomina,
3)   nama,
4)   kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina.
                  b.     Frasa Kerja atau Frasa Verba, yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata verba. Secara morfologis, unsur pusat frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ’sedang’ untuk verba aktif, dan kata ’sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
                  c.     Frasa Sifat atau Frasa Ajektifa, yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata ajektifa. Unsur pusatnya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
                 d.     Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia, yaitu frasa yang distribusinya sama dengan kata keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa kata keterangan dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai keterangan. Frasa adverbia ada dua, yaitu:
1)   Frasa keterangan sebagai keterangan.
Frasa keterangan biasanya mempunyai keleluasaan berpindah karena berfungsi sebagai keterangan. Oleh karena itu, frasa keterangan dapat terletak di depan atau di belakang subjek atau di awal dan di akhir kalimat.
2)   Frasa keterangan sebagai keterangan pada kata kerja.
                  e.     Frasa Bilangan atau Frasa Numeralia adalah frasa yang unsur pusatnya berupa kata numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
                   f.     Frasa Depan atau Frasa Preposisional, yaitu frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
                  g.     Frasa Konjungsi, yaitu frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.



C.      Persamaan Antara Kata Majemuk dengan Frasa
        1.     Kata majemuk merupakan gabungan dari morfem atau kata, demikian halnya dengan frasa yang merupakan perluasan dari kata (gabungan dari kata-kata).
        2.     Apabila frase dibedakan dari klausa (kalimat) dengan ciri tidak adanya predikat (bukan  konstruksi predikatif) maka kata majemuk pun adalah gabungan kata yang bukan konstruksi predikat (lihat kata majemuk rumah makan dan kamar tidur).
        3.     Kata majemuk sekelompok dengan frase, yaitu sama-sama gabungan kata yang bukan predikat.
        4.     Sebenarnya kata majemuk tidak sama persis dengan frase biasa. Akan tetapi, perbedaan kata majemuk dengan frase bukanlah perbedaan yang prinsip, bukan ciri-ciri khusus, melainkan hanya prilaku sintaksisnya. Oleh sebab itu masih bisa digolongkan dengan frase.
        5.     Apabila dipandang dari segi klausa atau kalimat (secara sintaksis) maka kata majemuk sama dengan kata dan frase yaitu sama sebagai pengisi gatra dalam klausa atau kalimat. Artinya unsur langsung dari klausa  atau kalimat kadang-kadang berupa kata, frase, atau, kata majemuk dan masing-masing dapat ditersendirikan atau menjadi calon kalimat minor.

D.      Perbedaan Antara Kata Majemuk dengan Frasa
Perbedaan kata majemuk dengan frasa berdasarkan dari beberapa konsep adalah sebagai berikut.
Ø Para tata bahasawan tradisional melihat kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frasa adalah bahwa frasa tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal. Contoh bentuk meja hijau yang berarti pengadilan adalah kata majemuk, sedangkan meja saya yang berarti ‘saya punya meja hijau’ adalah sebuah frasa.
Ø Konsep linguis stuktural menyatakan bahwa kedua komponen kata majemuk tidak dapat disela dengan unsur lain. Contoh bentuk mata sapi yang berarti ‘telur goreng tanpa dihancurkan’ karena tidak bisa disela dengan unsur lain, adalah sebuah kata majemuk. Sebaliknya, contoh mata guru yang berarti ‘mata kepunyaan guru’, karena dapat disela, misalnya menjadi mata guru adalah sebuah frasa.
Ø Konsep bahwa salah satu atau kedua komponen kata majemuk berupa morfem dasar terikat, makanya bedanya dengan frasa adalah bahwa kedua komponen frasa selalu terdiri dari morfem bebas atau bentuk yang benar-benar berstatus kata. Contoh, bentuk daya juang karena memiliki komponen yang berupa morfem dasar terikat (yaitu juang) adalah kata majemuk; sedangkan bentuk lemari buku karena komponen-komponennya berupa morfen dasar bebas, adalah sebuah frasa, bukan kata majemuk.
Menurut I. G. N. Oka dan Suparno (1994), orang lazim membedakan kata majemuk dengan frasa, perbedaan kata majemuk dan frasa dapat dinyatakan sebagai berikut.
        1.     Kata majemuk terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan oleh unsur-unsur lain, sedangkan frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya dapat dipisahkan oleh unsur lain. Penyisipan unsur lain dalam kata majemuk itu mengakibatkan status kata majemuk menjadi bukan kata majemuk lagi.
        2.     Kata majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami proses morfologis mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar. Untuk membuktikan berlakunya ciri itu dapat digunakan afiksasi dengan morfem simultan atau morfem kombinasi yang mengapit bentuk dasar.
Menurut Verhaar (1993: 99), kata majemuk dibedakan atas dua jenis, yaitu
        1.     Kata majemuk yang komponennya berurutan dengan cara yang terdapat juga dalam frasa, jadi menurut kaidah urutan sintaksis. Jenis ini disebut “kata majemuk sintaksis” (syntactic compounds).
        2.     Kata majemuk yang komponennya berurutan dengan cara yang tidak mungkin menurut kaidah urutan konstituen sintaksis. Jenis ini disebut “kata majemuk asintaksis” (asyntactic compounds).
Menurut Verhaar (1993), dalam pembedaan antara kata majemuk dan frasa tidak ada permasalahan dengan kata majemuk asintaksis. Justru karena komponen-komponennya mempunyai urutan yang tidak mungkin secara sintaksis, tentu saja mudah dikenali sebagai kata majemuk.
Menurut peristilahan terkenal dari Takdir Alisjahbana, yakni “hukum DM”, artinya “hukum bahwa yang diterangkan selalu mendahului apa yang menerangkan”.
Jika kita melihat pendapat dari Kridalaksana (1996) mengenai pemajemukan, yaitu proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata, jelas menempatkan kata majemuk sebagai satuan yang berbeda dari frasa. Frasa adalah gabungan kata, bukan gabungan leksem. Secara empiris, Kridalaksana membedakan kata majemuk dari frasa dengan ciri-ciri sebagai berikut.
        1.     Ketaktersisipan artinya di antara komponen-komponen kata majemuk tidak dapat disisipi apapun.
        2.     Ketakterluasan artinya komponen kompositum (kata majemuk) itu masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya sekaligus.
        3.     Ketakterbalikkan artinya komponen kompositum (kata majemuk) tidak dapat dipertukarkan.
Secara garis besar, kata majemuk dibentuk oleh proses pemajemukan atau komposisi yang merupakan proses morfologis, sedangkan frasa dibentuk oleh proses sintaksis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa frasa dan kata majemuk dapat dibedakan secara lengkap dan jelas, yakni kata majemuk dan frasa, yang sering ditanyakan perbedaannya, dapat disimpulkan perbedaannya sebagai berikut.
        1.     Kata majemuk
                  a.     Kata majemuk terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat disisipi apapun di antara komponennya.
                  b.     Komposisi unsur-unsur tersebut menimbulkan makna baru.
                  c.     Kata majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami proses morfologis mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar (ketakterluasan).
                 d.     Komponen-komponen kata majemuk tidak dapat dipertukarkan.
        2.     Frasa
                  a.     Frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggota-anggotanya dapat dipisahkan oleh unsur lain dan dapat disisipi apapun di antara komponennya.
                  b.     Gabungan dari unsur-unsur tersebut tidak mempunyai makna baru.
                  c.     Komponen-komponen frasa masing-masing atau salah satunya dapat difiksasikan atau dimodifikasikan (mengalami proses morfologis).
                 d.     Komponen-komponen frasa dapat dipertukarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar