Rita Maya

Rita Maya

Minggu, 13 November 2011

Coretan 14 November 2011


Analisis Antologi Puisi “Sembahyang Rumputan”
Karya Ahmadun Yosi Herfanda
Antologi puisi ini berjudul “Sembahyang Rumputan” yang ditulis oleh Ahmadun Yosi Herfanda. Didalamnya memuat 69 puisi, yang salah satu judul puisi tersebut menjadi judul antologi ini. Dapat dikatakan, puisi “Sembahyang Rumputan” adalah puisi utama dalam antologi ini. Secara keseluruhan, antologi ini berisi tentang nilai-nilai keagamaan yang mengingatkan pembaca untuk kembali berada pada lokasi spiritual  sebagai hamba dan sebagai yang diciptakan Tuhan. Jika dilihat dari penulisannya, puisi ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis dan sesuatu hal yang mengispirasinya, misalnya sebuah hadist atau ayat Al-Quran.
Secara garis besar analisis puisi tersebut adalah sebagai berikut:
Puisi-puisi dalam antologi tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu puisi-puisi yang urutannya ditulis sebelum puisi utama dan sesudah puisi utama. Puisi-puisi yang urutannya ditulis sebelum puisi utama diurutkan berdasarkan waktu penulisannya, yaitu dimulai dari puisi “Doa Pembuka” tahun 1989 dan diakhiri oleh puisi “Sajak Ziarah” tahun 1992. Demikian halnya dengan puisi-puisi sesudah puisi utama, yaitu dimulai dari puisi “Doa Matahari” tahun 1980 dan diakhiri oleh puisi “Aku Cukup dengan Engkau Saja” tahun 1989. Sedangkan puisi utama “Sembahyang Rumputan” ditulis diantara dua kelompok puisi tersebut. “Sembahyang Rumputan” ditulis pada tahun 1992.
Puisi “Doa Pembuka” ditulis pada tahun 1989 dan berisi tentang ungkapan rasa takjub atas kuasa Allah terhadap segalanya dan doa untuk selalu dikaruniai kesetiaan kepada Allah, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:           
... Kau jadikan perut burung-burung / kenyang ketika petang / dan lapar                    kembali di pagi hari / hingga terdengar selalu kicaunya / menghiasi kelopak hari yang terjaga //
...   : bumi dan langit tak mengandungku / tapi hamba berimanku mengandungku //
Bagian akhir puisi tersebut mengutip dari sebuah hadist qudsi. Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan perulangan bunyi secara merata, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi, sinekdoks pars pro toto dan metonimia dengan citraan penglihatan, pendengaran dan gerak, serta menggunakan sarana retorika berupa litotes. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kiri halaman.
Puisi “Sajak Urat Leher” ditulis pada tahun 1990 dan diilhami dari QS. Qaaf (50:16) yang didalamnya berisi salah satu bukti cinta Tuhan kepada hamba-Nya adalah diberinya dua malikat untuk setiap hamba-Nya. Malaikat itu bertugas mencatat semua amal perbuatan manusia selama didunia, sekaligus bukti bahwa Tuhan selalu mengawasi hamba-Nya (melalui kedua malaikat tersebut) lebih dekat dari urat leher hamb-Nya, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Karena cinta Tuhan meletakkan / dua malaikat di pundakmu / karena cinta Tuhan lebih dekat dari urat lehermu //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan sajak berselang, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi dan metafora dengan citraan gerak serta menggunakan sarana retorika berupa hiperbola dan ironi. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kiri halaman.
Puisi “Zikir Seekor Cacing” ditulis pada tahun 1990 dan berisi tentang gambaran mengenai seseorang sebagai makhluk Tuhan yang bermanfaat bagi sesamanya dalam kehidupan di dunia tetapi keberadaannya seperti tidak dianggap oleh manusia-manusia yang hanya memanfaatkannya. Meski seperti itu, orang itu tetap bersyukur kepada Tuhan karena dia bisa beramal di dunia. Ini adalah sindiran kepada semua manusia (makhluk sempurna) yang terkadang justru tak  bisa berpikir dan bertindak seperti cacing pada puisi tersebut, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Di kota-kota padat beton dan baja / aku jadi penghuni tak berharga / ...
... Akulah si paling buruk rupa / di antara para kekasih dunia / namun syukurku tak tertahankan / ketika dapat ikut menyuburkan / taman bunga di beranda //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan perulangan bunyi secara merata, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah alegori dan metafora dengan citraan pendengaran, pengecapan dan penglihatan serta menggunakan sarana retorika berupa ironi dan litotes. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kiri halaman.
Puisi “Sajak Sepotong Roti” yang ditulis pada tahun 1991 berisi tentang sindiriran pada kaum konglomerat yang tidak mengasihi kaum papa, bahkan hanya untuk sepotong roti, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Sepotong roti / sebutir telur / ... / gemetar di atas meja / ketika di depan pintu / seorangan gelandangan / sambil menelan ludah / lapar menatapnya //
... Sepotong roti / dan sebutir telur / menitikkan air mata / ketika seorang / konglomerat / membuka mulut / menyantapnya //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan sajak berpeluk, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi dengan citraan penglihatan dan gerak serta menggunakan sarana retorika berupa ironi. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kanan halaman.
Puisi “Sajak Doa” bagi Kuntowijoyo yang ditulis pada tahun 1992 dan berisi tentang doa untuk kesembuhan Kuntowijoyo yang selama berbulan-bulan terbaring sakit dan doa untuk pengampunan dosa-dosanya dan dosa-dosa yang mendoakannya, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... dalam linangan air mata sejati / memohon kesembuhan sahabat kami / guru kami, yang kini terbaring / tak berdaya di pangkuan-Mu // ampunilah dosa-dosa kami / kealpaan dan kesombongan kami / dosa dan kealpaan guru kami //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan perulangan bunyi secara merata, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi, metonimia, dan sinekdoks pars pro toto dengan citraan penglihatan dan gerak serta menggunakan sarana retorika berupa hiperbola dan litotes. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kiri halaman.
Puisi “Sembahyang Rumputan” ditulis pada tahun 1992 yang merupakan puisi utama dalam antologi ini. Puisi ini berisi tentang sembahyang (ibadah) seorang hamba yang tak goyah dan tetap teguh walau apapun yang terjadi untuk menyerahkan segalanya pada Allah semata, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Aku rumputan / takkan berhenti sembahyang / : inna shalaati wa nusuki / wa mahyaaya wa mammaati / lilahi rabbil ‘alamin //
... Topan menyapu luas pandang / tubuhku bergoyang-goyang / tapi tetap teguh dalam sembahyang //
... Sembahyangku sembahyang rumputan / sembahyang penyerahan jiwa dan badan / yang rindu berbaring di pangkuan Tuhan / ... / sembahyangku penyerahan habis-habisan //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan sajak merata, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi dan alegori dengan citraan pendengaran dan gerak serta menggunakan sarana retorika berupa hiperbola dan litotes. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kiri halaman.
Puisi “Memoriam Tanah Kelahiran” yang ditulis pada tahun 1980 yang menceritakan ingatan seseorang di tanah kelahirannya pada saat ayahnya meninggal dunia sebelum semapat ia menemuinya, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
Tanah yang coklat / melayarkan kubur ayahku / di laut kelam tanpa batas / tanpa melambaikan tangan //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan perulangan bunyi secara merata, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi dengan citraan gerak menggunakan sarana retorika berupa hiperbola dan paradoks. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan berada ditengah-tengah halaman.
Puisi “Potret Ulang Tahun” yang ditulis pada tahun 1980 dan menceritakan pertambahan usia seseorang yang membuatnya gelisah karena target/impian/cita-cita yang diinginkan belum tercapai pada tahun sebelumnya, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Kalender telah menggulung / pelayaran masa lalu / namun matamu tetap tajam dan nyalang / menyimpan dendam pada ikan-ikan / buruan yang tak tergenggam //
... Kau makin lena / dalam ketegaran gelombang / namun lupa, kerut / di wajahmu makin dalam //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan sajak merata, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personfikasi dengan citraan gerak menggunakan sarana retorika berupa ambiguitas. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kiri halaman.
Puisi “Catatan Idul Fitri” yang ditulis pada tahun 1981 menceritakan ketika hari Idul Fitri, manusia menjadi suci dari dosa-dosa seperti terlahir kembali karena dosa-dosa yang terhapuskan dengan saling memaafkan kepada sesamanya, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... : Lailaha illallah Allahu akbar / Allahu akbar wa lillahil hamdu! //
      Tiada kedamaian sedalam pagi ini / angin berjabat tangan dengan pepohonan / kita pun saling berjabat tangan / menyatukan getar rindu / segala alpa runtuh jadi debu //
Tiada kedamaian sedalam pagi ini / senyum berdekap dengan sanak saudara / dan bayang-bayang duka di raut muka / sirna oleh nikmatnya sepiring ketupat //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan perulangan bunyi secara berpeluk, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi dengan citraan gerak menggunakan sarana retorika berupa hiperbola. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kanan halaman.
Puisi “Persinggahan” (di Pantai Samas) ditulis pada tahun 1982 dan bercerita bahwa dunia hanyalah tempat bersinggah bukan tempat untuk tinggal selamanya. Di dunia bukanlah kehidupan yang sesungguhnya karena kehidupan yang sesungguhnya ada di akhirat, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Tak kutangkap gairah pagi / mentari menghidupkan percik / ombak di pasir, kini-esok / tanpa akhir / : di sinilah kehidupan / bermula dan berakhir //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan sajak berselang, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi dan alegori dengan citraan gerak menggunakan sarana retorika berupa hiperbola dan paradoks. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kiri halaman.
Puisi “Refleksi Peziarah” ditulis pada tahun1987 menceritakan tentang refleksi untuk orang-orang peziarah, bahwa berziarah adalah mendoakan orang yang telah meninggal dunia bukan untuk meminta sesuatu, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Bersimpuh aku di depan gerbang kedua / meredakan degupan dalam dada / sabda siapa membuat orang-orang lupa / kepada siapa mesti kembali dan memuja / bunga tujuh warna mereka tabur / di atas makam-makam mimpi pun terkubur / doa-doa dengan keyakinan ganda / mengepul musnah bagai asap dupa //
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan perulangan bunyi secara berpeluk, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah alegori, personifikasi, metonimia, dan simile dengan citraan penglihatan dan gerak menggunakan sarana retorika berupa hiperbola dan ironi. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kanan halaman.
Puisi “Tuhan, Aku Berlindung Padamu” ditulis pada tahun 1989 bercerita tentang doa seorang hamba kepada Tuhannya untuk perlindungi dari kemaksiatan yang berujung pada dosa-dosa, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
Tuhan, aku berlindung pada-Mu / dari godaan Tuhan-Tuhan baru / yang bermunculan di sekelilingku / ... / dari rongrongan manusia-manusia / yang mempertuhan selain Engkau / ... // walau engkau makin dilupa / dan disepelekan pemimpin-pemimpinku / ... / walau di mana-mana engkau digusur / diganti cukong dan pejabat tinggi / ...
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan sajak merata, meskipun ada barisnya yang tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah personifikasi dan metonimia dengan citraan gerak menggunakan sarana retorika berupa ironi. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kanan halaman.
Puisi “Aku Cukup dengan Engkau Saja”  ditulis pada tahun 1989 bercerita tentang dengan hamba yang merasa bahagia didekatnya Tuhannya, hingga merasa tak butuh kebahagiaan lain, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
... Aku cukup dengan Engkau saja / walau kursi dan mobil dinas menjauhiku / walau dasi dan gaji besar berpaling dariku / walau ormas dan orpol mencibir padaku / aku cukup di dekat-Mu saja, bahagia / dalam nikmat zikir dan sujud jiwa//
Secara keseluruhan puisi tersebut menggunakan perulangan bunyi secara berpeluk, meskipun ada baitnya yang sepenuhnya tidak menunjukkan hal itu. Diksi berasal dari bahasa Indonesia. Bahasa kias yang digunakan adalah alegori dengan citraan gerak menggunakan sarana retorika berupa ironi. Bentuk visual puisi adalah konvensional dengan tulisan yang menjorok ke sisi kanan halaman.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa puisi-puisi Ahmadun Y. Herfanda dalam antologinya “Sembahyang Rumputan” mengambil tema keagamaan. Semua penulisan puisi tersebut mampu menyentuh perasaan pembaca, bukan karena menunjukkan permainan kata-kata yang hebat dan luar biasa, tetapi justru karena kesederhanaan kata-katanya. Dengan membaca antologi ini, pembaca seakan diajak untuk merefleksi pengalaman-pengalaman dalam beragama yang membuat pembaca dapat merasa sangat dekat dengan Tuhannya.
                

3 komentar:

  1. yang dimaksud rumputan di puisi sembahyang rumputan itu siapa sih?
    terus kenapa rumputan selalu sembahyang?
    apa bedanya sembahyang rumputan sama sembahyang manusia?
    kenapa rumputan selalu disingkirkan dari kota-kota?
    kenapa rumputan tak pernah mati meskipun ditebang dan dibakar daunnya?
    apa buktinya jika seluruh gerak rumputan adalah sembahyang?

    tolong di jawab ya :)

    BalasHapus
  2. bener tuh pertanyaannya saya setuju.. apa ya jawabannya?._.

    BalasHapus
  3. http://www.youtube.com/watch?v=ct_EivN9BsQ&list=HL1368717979

    BalasHapus