Rita Maya

Rita Maya

Kamis, 10 November 2011

Coretan 11 November 2011


UNDANG-UNDANG DASAR 1945

A.  PENGERTIAN UUD 1945
1.    Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 18 Agustus 2011. Miriam Budiharjo (Ngadilah, 2007: 55), mengatakan bahwa UUD mempunyai kedudukan yang istimewa karena:
a.    UUD dibentuk menurut suatu cara yang berbeda dengan pembentukan UU biasa.
b.    UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur.
c.    UUD merupaka piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa.
d.   UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan negara.

2.    Proses Pembentukan dan Penetapan UUD 1945
Menurut UUD 1945, UUD ditetapkan oleh MPR. Pada awal kemerdekaan RI, MPR yang dimaksud belum terbentuk maka pembentukan UUD atau kemudian yang dikenal dengan UUD 1945 ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Rancangan UUD 1945 telah dipersiapkan bangsa Indonesia di masa pendudukan tentara Jepang oleh BPUPKI. Pembahasan rancangan hukum dasar ini dilakukan oleh sebuah panitia kecil yang menghasilkan Rancangan UUD uuntuk dilanjutkan oleh PPKI. Setelah beberapa perubahan, PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 mengesahkan dan menetapkan rancangan tersebut menjadi Undang-Undang Dasar 1945 (Ngadilah, 2007: 57).
Setelah MPR terbentuk , maka proses pembuatan atau perubahan UUD 1945 dilakukan oleh MPR tersebut. Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa MPR memiliki tugas dan kewenangan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang. Salah satu wewenang MPR menurut Pasal 4 Keputusan MPR RI No. 7/MPR/2004 tentang Peraturan Tata Tertib MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD. Dengan demikian jika MPR akan menggunakan haknya mengubah UUD 1945, maka ketentuan Pasal 37 UUD 1945 yang harus dipennuhi, yaitu sebagai berikut:
a.    Ayat (1): “Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
b.    Ayat (2): “Setiap usulan perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya”.
c.    Ayat (3): “Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
d.   Ayat (4): “Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
e.    Ayat (5): “Khusus tentang bentuk Negara Kesaruan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.

B.  PEMBUKAAN UUD 1945
1.    Arti dan Makna Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945
a.    Alinea Pertama
Berisi pernyataan hak segala bangsa akan kemerdekaan yang mengandung dua azas pikiran, yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan yang juga dari keduanya dapat menghasilkan dua konsekuensi, yaitu konsekuensi positif (hak segala bangsa) dan konsekuensi negatif (penjajahan di atas dunia harus dihapuskan). Kesimpulan yang dapat diambil dari alinea pertama tersebut adalah:
1)   Tiap-tiap bangsa sebagai kesatuan golongan manusia yang merupakan diri dan berdiri pribadi, mempunyai hak kodrat dan hak moril untuk berdiri pribadi atau hidup merdeka.
2)   Jika ada bangsa yang tidak merdeka, berarti bertentangan dengan kodrat hakekat manusia. Karena itu ada wajib kodrat dan ada wajib moril bagi penjajah untuk menjadikan merdeka atau membiarkan menjadi merdeka kepada yang bersangkutan.
b.    Alinea Kedua
Berisi pernyataan tentang berhasilnya perjuangan pergerakan kemerdekaan Rakyat Indonesia, yang dalam pencapaiannya diperlukan pencapaian dari beberapa sifat, yaitu:
a)    Merdeka, yaitu bangsa Indonesia itu bebas atau tidak terikat oleh siapapun dan bebas melakukan sesuatu.
b)   Bersatu, yang mengadung tiga kemungkinan arti, yaitu:
c)    Berdaulat, yaitu berkuasa dan kekuasaan negara Indonesia itu nampak baik keluar maupun ke dalam.
d)   Adil, yaitu memberikan sebagai wajibnya segala sesuatu yang menjadi hak orang lain dan hak diri sendiri, dan juga dapat berarti bahwa setiap orang akan menerima bagian sesuai dengan darma baktinya masing-masing.
e)    Makmur, yaitu suatu keadaan yang di dalamnya seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmaniah maupun kebutuhan rokhaniah, sesuai atau layak bagi kemanusiaan.
Isi alinea kedua Pembukaan UUD 1945 dapat disimpulkan sebagai berikut: bahwa bangsa Indonesia dari dalam terpaksa berjuang untuk merealisir hak kodrat dan hak morilnya akan kemerdekaan, atas kekuatan sendiri, berhasil membentuk negara Indonesia yang dicita-citakan, mempunyai sifat-sifat tertentu sebagai berikut:
1)   Negara sungguh bebas baik baik di dalam negeri sendiri maupun terhadap negara-negara lain, berdiri pribadi dengan menguasai seluruh dirinya sendiri.
2)   Negara berdasarkan persatuan, baik dalam bentuknya maupun dalam keutuhan bangsa, yaitu meliputi seluruh bangsa dalam batas-batas daerah negara, didukung oleh seluruh rakyat dalam pertalian kekeluargaan atau kerjasama, gotong royong, dengan berdasrkan atas sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial kedua-duanya.
3)   Negara berpedoman dan melaksanakan keadilan dalam seluruh lingkungan dan tugas negara baik dalam negara maupun terhadap dunia luar.
4)   Negara menjadi tempat hidup bagi seluruh rakyat, yaitu bahwa tiap-tiap orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang ketubuhan maupun yang kerokhanian, layak bagi kemanusiaan.
c.    Alinea Ketiga
Berisi pernyataan kemerdekan rakyat Indonesia yang di dalamnya terdapat dua azas yang dalam, yaitu:
1)   Azas religius (atas berkat Tuhan Yang Maha Esa).
2)   Azas etik (dengan didorongkan oleh suatu keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas).
Isi bagian ketiga ini dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia itu atas kekuatan bangsa Indonesia sendiri, didukung oleh seluruh rakyat yang merupakan tindakan kerokhanian yan saleh dan suci, karena melaksanakan hak kodrat dan hak moril akan kemerdekaan. Segala sesuatu itu dimungkinkan karena diridhoi/dikarunai oleh Tuhan Yang Maha Esa.
d.   Alinea Keempat
Berisi pokok kaidah negara yang fundamental, yang meliputi tujuan negara, ketentuan akan adanya UUD, bentuk negara, dan dasar negara Pancasila.
1)   Hal tujuan negara, yaitu:
a)    Membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b)   Memajukan kesejahteraan umum.
c)    Mencerdaskan kehidupan bangsa.
d)   Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2)   Hal ketentuan diadakan Undang-Undang Dasar, terdapat dalam kata-kata “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.
3)   Hal bentuk negara, terdapat dalam kata-kata “yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.”
4)   Hal dasar kerokhanian (filsafat negara), yang terdapat dalam kata-kata “ Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”.
Jika alinea keempat ini dikemukakan dalam hubungan kesatuan dan tingkat kedudukan dari unsur yang satu dengan unsur yang lain, maka dapat disimpulkan:
1)   Pancasila merupakan azas kerokhanian (filsafat, pendirian dan pandangan hidup bangsa).
2)   Pancasila menjadi basis bagi azas kenegaraan (politik) berupa bentuk republik yang  berkedaulatan rakyat.
3)   Kedua-duanya menjadi basis bagi penyelenggaraan kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang dicantumkan dalam peraturan pokok hukum positif termuat dalam suatu Undang-Undang Dasar.
4)   Adapun Undang-Undang Dasar sebagai basis berdirinya bentuk susunan peerintahan dan seluruh peraturan hukum posotif, yang mencakup segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam kesatuan pertalian hidup bersama, kekeluargaan dan kegotong-royongan.
5)   Segala sesuatu itu untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia yaitu kebahagiaan nasional dan internasional baik rohani maupun jasmani.
Dengan demikian, hubungan kesatuan dan tingkat kedudukan dari unsur yang satu terhadap unsur yang lain merupakan kesatuan yang bertingkat, dan seluruh kehidupan bangsa dan negara berdiri di atas dan diliputi azas kerohanian Pancasila berisikan dan terikat pada serta tertuju pada kebahagian nasional dan internasional. Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar, rangka dan suasana kehidupan bangsa negara dan tertib hukum di Indonesia.

2.    Maksud dan Tujuan Pembukaan UUD 1945
Berdasarkan susunan Pembukaan UUD 1945 tersebut, dapat dibedakan adanya empat macam maksud dan atau tujuan Pembukaan UUD 1945, yaitu:
a.    Untuk mempertanggungjawabkan, bahwa pernyataan kemerdekan sudah selayaknya, karena berdasarkan atas hak mutlak, hak kodrat dan hak moril bangsa Indonesia (terkandung dalam bagian pertama pembukaan).
b.    Untuk menetapkan cita-cita bangsa indonesia yang inin dicapai dengan kemerdekaannya (terpeliharanya sungguh-sungguh kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan bangsa dan daerah atas keadilan hukum dan moril, bagi diri sendiri maupun pihak lain serta kemakmuran bersama dan adil (terletak pada bagian kedua pembukaan).
c.    Untuk menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan menjadi permulaan dan dasar hidup kebangsaan dan hidup seluruh orang Indonesia yang luhur dan suci dalam lingkungan Tuhan dan hukum Tuhan (terletak pada bagian ketiga).
d.   Untuk melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan dasar-dasar tertentu sebagai ketentuan pedoman dan pegangan yang tetap dan praktis.

3.    Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh)
Di antara empat bagian dari Pembukaan UUD 1945, dapat diadakan garis pemisah mengenai isinya sebagai berikut:
a.    Bagian ke-1, 2, dan 3 merupakan serangkaian pernyataan yang menyatakan tentang keadaan dan peristiwa yang mendahului terbentuknya Negara Indonesia. Bagian-bagian ini tidak mempunyai hubungan organis dengan batang tubuh Undang-Undang Dasar.
b.    Bagian ke-4 merupakan pernyataan mengenai keadaan setelah negara Indonesia ada, dan mempunyai hubungan kausal dan organis dengan batang tubuh Undang-Undang Dasar. Hubungan secara kausal dan organis ini terlihat dari empat segi:
1)   Bahwa UUD ditentukan akan ada. Jadi, karena pembukaan inilah maka ada UUD.
2)   Bahwa yang akan diatur di dalam UUD adalah tentang pembentukan Pemerintah Negara yang memenuhi berbagai syarat.
3)   Bahwa Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedulatan rakyat.
4)   Ditetapkannya dasar Pancasila.

4.    Hakikat dan Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Hakikat pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamentil atau Staatsfundamentalnorm, dan berkedudukan dua terhadap tertib hukum Indonesia, yaitu:
a.    Sebagai dasar tertib hukum Indonesia
b.    Sebagai ketentuan hukum yang tertinggi
Oleh karena itu, mempunyai kedudukan yang tetap, kuat tidak bisa diubah atau diganti oleh siapapun. Kedudukan yang tetap. Kuat tidak bisa diubah ini bisa ditinjau dari dua segi, yaitu:
1)   Segi formal
·      Pembukaan UUD 1945 (alinea ke-4) adalah untuk menentukan adanya UUD, sehingga tidak termasuk di dalamnya, tetapi mempunyai kedudukan sebab terhadap UUD
·      Berlakunya Pembukaan UUD 1945, maka berhentilah semua tata tertib hukum yang lama, dan timbullah tertib hukum yang baru, yaitu tertib hukum Indonesia.
Tertib hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang memenuhi empat syarat, yaitu:
a)   Ada kesatuan subyek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum.
b)   Ada kesatuan azas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan hukum.
c)   Ada kesatuan waktu, saat peraturan-peraturan hukum itu berlaku.
d)  Ada kesatuan daerah, temapt peraturan-peraturan hukum itu berlaku.
2)   Segi material
·      Pembukaan UUD 1945 telah terlekat pada kelangsungan negara Proklamasi 17 Agustus 1945, maka mengubahnya berarti pembubaran negara Republik Indonesia, negara Proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga tidak dapat dan tidak boleh diubah oleh siapapun dan kapanpun, termasuk oleh MPR hasil pemilihan umum.

5.    Terpisahnya Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 terpisah dengan Batang tubuh UUD 1945 dan kedudukannya serta hakikatnya lebih tinggi derajatnya daripada Batang tubuh UUD 1945, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.    Dalam rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945 oleh Ir. Soekarno dikatakan sebagai UUD dan memiliki kedudukan tetap, sedangkan oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo dikatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah susunan negara.
b.    Dalam berita negara RI tahun II No.7 (Himpunan Kusnodiprojo) menyebutkan bahwa pembukaan ditempatkan di atas Undang-Undang Dasar, sedangkan dalam penjelasannya dipisahkan sebagai “dasar” Undang-Undang Dasar.
c.    Dalam ketentuan bagian keempat Pembukaan akan adanya UUD, disebutkan “suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, tidak dengan kata penunjuk yang tertentu, sehingga tidak ada hubungan dua bagian dalam satu peraturan”.

6.    Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945
Pokok muatan dalam Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah:
1)   Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia.
2)   Tindakan-tindakan yang harus segera diambil/diselenggarakan.
Sesuai denga pokok muatan tersebut serta isi dari Pembukaan UUD 1945 khususnya bagian ketiga, maka dapat ditentukan letak dan sifat hubungan antara Pembukaan dengan Proklamasi, yaitu:
a)    Disebutkan kembali pernyataan kemerdekaan dalam bagian ketiga, menunjukkan bahwa antara Proklamasi denga Pembukaan merupaka suatu serangkaian kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b)   Ditetapkannya Pembukaan pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merpakan realisasi bagian kedua Proklamasi.
c)    Pembukaan pada hakikatnya merupaka penyataan yang lebih rinci dengan memuat pokok-pokok pikiran adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakannya kemerdekaan, dalam bentuk Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila.
Dengan demkian, letak dan sifat hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah tidak hanya menjelaskan, menegaskan, akan tetapi juga mempertanggungjawabkan Proklamasi, maka hubunga tersebut adalah bersifat fungsionil, korelatif, dan monistis-organis yang berarti bahwa antara Proklamasi denga Pembukaan UUD 1945 merupakan kesatuan yang bulat dan apa yang terkandung dalam Pembukaan adalah merupakan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945.

C.  DINAMIKA UUD 1945
1.    Isi Materi UUD 1945
Naskah Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 terdiri dari tiga bagian:
a.    Pembukaan UUD 1945.
b.    Batang Tubuh UUD 1945 yang terdiri dari 16 bab berisi 37 pasal, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan.
c.    Penjelasan UUD 1945
Batang tubuh dan Penjelasan sebgai isi materi UUD 1945 dikelompokkan menjadi empat hal, yaitu:
a.    Pengaturan tentang Sistem Pemerintahan Negara.
b.    Ketentuan fungsi dan kedudukan Lembaga Negara.
c.    Hubungan antara negara dengan warga negara.
d.   Ketentuan-ketentuan lain sebagai pelengkap.
Setelah reformasi terjadilah perubahan-perubahan besar, termasuk pada UUD 1945. Sejak tahun 1999-2002, UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan pasal-asalnya. Sekarang ini, UUD 1945 hanya terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal.

2.    Pelaksanaan UUD 1945
a.    Masa awal kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Sistematika UUD 1945 sebelum diamandemen, yaitu:
1.    Pembukaan
a)    4 alinea
b)   4 pokok pikiran
2.    Batang Tubuh
a)    16 bab
b)   37 pasal
c)    49 ayat
d)   4 pasal aturan peralihan
e)    2 ayat aturan tambahan
3.    Penjelasan
UUD 1945 disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 memiliki sifat yang singkat dan supel. Dibandingkan dengan UUD negara lain, UUD 1945 hanya memuat garis-garis besar saja. Sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok diatur dengan peraturan lainnya.
Berikut ini adalah ketentuan dasar yang terdapat dalam UUD 1945:
1)   Tujuan Negara Republik Indonesia
a)    Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b)   Memajukan kesejahteraan umum.
c)    Mencerdaskan kehidupan bangsa.
d)   Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2)   Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Dalam kurun waktu 1945-1949 ketatanegaraan Indonesia dalam praktiknya adalah sebagai berikut:
a)    Bentuk Negara
UUD1945 Pasal 1 ayat (1) menyatakan negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
b)   Bentuk Pemerintahan
UUD 1945 dalam Pembukaan alinea ke-4, dan Pasal 1 ayat (1) menegaskan tentang bentuk pemerintahan negara Indonesia adalah Republik.
c)    Sistem Pemerintahan
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik dengan fungsi presiden sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus kepala negara menurut UUD 1945 Pasal 6 ayat (1) (sebelum amandemen).
Dalam penjelasan UUD 1945, terdapat tujuh kunci pokok sistem pemerintahan (sebelum amandemen), yaitu:
1.   Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat).
2.   Sistem konstitusional.
3.   Kekuasaan tertinggi ditangan MPR.
4.   Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi menurut UUD.
5.   Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6.   Menteri negara adalah pembantu presiden.
7.   Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
d)   Pembagian kekuasaan
Dalam Batang Tubuh UUD 1945 pembagian kekuasaan negara terbagi dalam 3 bab, yaitu Bab III tentang kekuasaan pemerintahan negara, Bab VII tentang DPR, dan Bab IX tentang kekuasaan kehakiman.
Berikut adalah praktik pembagian kekuasaan negara:
1.   Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden dibantu seorang wakil presiden.
2.   Kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR bekerja sama dengan presiden.
3.   Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan lai-lain Badan Kehakiman.
Pada masa ini UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya karena terdapat hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya:
1)   Masuknya Sekutu yang diboncengi Belanda untuk menjajah kembali.
2)   Adanya pemberontakan PKI Madiun 1948.
3)   PRRI Permesta dan DI/TII.
Oleh karena itu, pemerintah dan rakyat Indonesia lebih memusatkan perhatian pada upaya mempertahankan negara kesatuan RI dan implikasinya sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Upaya pertahanan itu dapat dilihat dari beberapa maklumat yang telah dikeluarkan sebagai suatu strategi kepada dunia internasional, terutama Sekutu bahwa Indonesia benar-benar merupakan sebuah negara merdeka yang demokratis sesuai dengan indikator dari Sekutu, yaitu adanya multi partai dan sistem pemerintahan parlementer, sehingga pada tanggal 14 November 1945 kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada KNIP, bukan kepada presiden, dan pada tanggal 27 Desember 1949 RI dipecah menjadi negara-negara bagian (RIS) sehingga UUD 1945 pun diganti menjadi UUD KRIS yang menjadikan Indonesia menjadi negara federal.

b.    Masa Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
Pada tanggal 27 Desenber 1949 di Indonesia dan di Belanda diadakan penandatanganan akte penyerahan kedaulatan yang menandai mulai berlakunya Konstitusi RIS 1949.
1.    Bentuk Negara
Bentuk negara Indonesia saat konstitusi RIS berlaku di Indonesia adalah federasi atau serikat yang seperti tercantum dalam alinea ketiga mukadimah Konstitusi RIS, yaitu Pasal 1 ayat (1) Kontitusi RIS:
a)    Negara Indonesia Serikat meliptuti:
1.   Negara Republik Indonesia, dengan daerah status quo (Renville, 17 Januari 1948).
2.   Negara Indonesia Timur.
3.   Negara Jawa Timur.
4.   Negara Madura.
5.   Negara Sumatra Timur.
6.   Negara Sumatra Selatan.
b)   Satuan-satuan negara yang berdiri sendiri meliputi:
1.   Jawa Tengah
2.   Bangka
3.   Belitung
4.   Riau
5.   Kalimantan Barat
6.   Dayak Besar
7.   Daerah Banjar
8.   Kalimantan Tenggara
9.   Kalimantan Timur
c)    Daerah-daerah lain, bukan daerah-daerah bagian.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 2.
Pada waktu pemerintahan RIS, negara Indonesia terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu:
1.   1 negara bagian bekas NKRI.
2.   15 negara bagian bekas negara boneka buatan Belanda.
Pasal 44 Konstitusi RIS menjelaskan penggabungan daerah hanya boleh dilakukan menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang federal.
2.    Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan pada masa RIS adalah republik sesuai dengan Konstitusi RIS pasal 1 ayat (2) dan Mukadimah Konstitusi RIS.
3.    Sistem Pemerintahan
Konstitusi RIS menerapkan Sistem Kabinet Parlementer dengan ciri:
a)    Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh presiden,
b)   Kekuasaan perdana menteri masih dicampur tangan oleh presiden,
c)    Pembentukkan kabinet dilakukan oleh presiden bukan parlemen.
Pada masa ini, presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara yang tidak dapat diganggu gugat. Presiden dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah bagian, menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah.
Sistematika Konstitusi RIS adalah:
1.    Mukadimah.
2.    6 bab yang dibagi menjadi bagian-bagian.
3.    197 pasal.
4.    Lampiran.
Dasar negara RIS tercantum dalam alinea mukadimah yang terdiri dari:
1.    Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.    Peri kemanusiaan.
3.    Kebangsaan.
4.    Kerakyataan.
5.    Keadilan Sosial.
Tujuan Negara Indonesia Serikat tercantum dalam alinea ke-4 Mukadimah Konstitusi RIS adalah untuk mewujudkan:
1.    Kebahagiaan, kesejahteraan, dan perdamaian,
2.    Kemerdekaan dalam masyarakat,
3.    Negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.

c.    Masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Pada tanggal 17 Agustus 1950, negara KRIS sudah sepenuhnya menjadi negara RI dengan Undang-Undang Dasar Sementara yaitu UUDS 1950 dan sistem pemerintahan masih tetap bersifat parlementer. Untuk memenuhi amanat dari UUDS 1950, maka dibentuk Lembaga Pembentuk Undang-Undang Dasar yang disebut Konstituante yang pengisian anggota majelisnya dilaksankan dengan menyelenggarakan Pemilu berdasarkan UU No.7 tahun 1953 pada tanggal 15 Desember 1955.
Konstituante dilantik oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 1956, dengan amanat Presiden yang intinya “Susunlah Konstituante yang benar-benar Res Publica”. Konstituante bersidang di Bandung dengan catatan bahwa sampai bula Februari 1959 telah menghasilkan butir-butir materi yang akan disusun menjadi materi Undang-Undang Dasar Negara (Marsono, 2000: 8).
Sistematika UUDS 1950 adalah sebagai berikut:
1.    Mukadimah (4 alinea).
2.    6 bab yang dibagi menjadi bagian-bagian, bagian-bagian terbagi dalam pasal-pasal (146 pasal).
Dasar negara yang dipakai tercantum dalam alinea ke-4 Mukadimah UUDS 1950, yaitu:
1.    Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.    Peri kemanusiaan.
3.    Kebangsaan.
4.    Kerakyatan.
5.    Keadilan Sosial.
Tujuan negara tercantum dalam alinea ke-4 Mukadimah UUDS adalah untuk mewujudkan:
1.    Kebahagiaan, kesejahteraan, dan perdamaian,
2.    Kemerdekaan dalam masyarakat,
3.    Negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.

1.    Bentuk Negara
Bentuk negara pada saau UUDS adalah negara kesatuan dengan menghendaki bersistem desentralisasi (UUDS Pasal 131).
UUDS 1950 Pasal 1 ayat (1)       : RI yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk Kesatuan.
UUDS 1950 Pasal 1 ayat (2)       : Kedaulatan RI adalahdi tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.
UUDS 1950 Pasal 2                     :   RI meliputi seluruh daerah Indonesia.
2.    Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950 adalah Kabinet Parlementer atau pertanggungjawaban Dewan Menteri kepada parlemen, sedangkan presidenhanya sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan 9Pasal 45 UUDS 1950).
Pasal 83 ayat (1)   : Presiden dan wakil presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat.
Pasal 83 ayat (2)   : Yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah ialah menteri-menteri.
3.    Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan adalah republik dengan sistem parlementer, dalam UUDS 1950:
Pasal 45 ayat (1)   : Presiden ialah kepala negara.
Pasal 45 ayat (2)   : Dalam melaksanakan kewajibannya presiden dibantu oleh seorang wakil presiden.
Karena dalam penyusunan UUD, Badan Konstituante dianggap gagal mencapai kata sepakat, maka keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya:
1)   Menetapkan pembubaran Konstituante
2)   Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali mulai saat tanggal dekrit dan menyatakan tidak berlakunya UUDS 1950
3)   Pembentukan MPRS

d.   Masa Orde Lama
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, negara Indonesia memasuki masa Orde Lama yang juga terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan karena sistem pemerintahan tidak berjalan sesuai dengan UUD 1945, diantaranya:
1)   Besarnya pengaruh PKI mengakibatkan idologi NASAKOM dikukuhkan dan disamakan dengan Pancasila.
2)   Pemaksaan doktirn yang seolah-olah negara dalam keadaan revolusi dan presiden sebagai kepala negara otomatis menjadi Pemimpin Besar Revolusi.
3)   Presiden mengeluarkan produk hukum yang setingkat Undang-undang tanpa persetujuan DPR.
4)   Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu karena tidak menyetujui RAPBN dan kemudian presiden membentuk DPR Gotong royong.
5)   Pemimpin lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dijadikan menteri negara.
Masa ORLA berakhir dengan adanya pemberontakan G 30 S PKI dengan perbaikan-perbaikan dalam penyelenggaraan negara yang dituntut oleh rakyat Indonesia, sehingga lahirlah Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang isinya:
1)   Bubarkan PKI
2)   Bersihkan kabinet dari unsur PKI
3)   Turunkan harga-harga
Pada tanggal 11 Maret 1966, presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret kepada Letjen Soeharto yang isinya adalah pembubaran PKI di seluruh wilayah Indonesia yang berlaku sejak tanggal keluarnya surat tersebut, dan dengan surat perintah tersebut Letjen Soeharto mengeluarkan surat Keputusan Presiden No. 1/3/1966 Tanggal 12 Maret 1966 yang ditandatanganinya.

e.    Masa Orde Baru
Tekad ORBA adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, sehingga pada 5 Juli 1966 dikeluarkanlah Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia, danketetapan yang lain, seperti:
1)   Tap. No. XII/MPRS/1966 yang memerintahkan Soeharto segera membentuk kabinet Ampera.
2)   Tap. No. XVII/MPRS/1966 yang menarik kembali pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi menjadi Presiden Seumur Hidup.
3)   Tap. No. XXI/MPRS/1966 tentang penyederhanaan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan.
4)   Tap. No. XXV/MPRS/ 1966 tentang Pembubaran PKI.
Pemerintahan yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 ini menghasilakn lembaga-lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang tidak sementara lagi. MPR kemudian menetapka GBHN, memilih presiden dan wakil presiden dan memberi mandat kepada presiden terpilih untuk melaksanakan GBHN, sejak saat itu mekanisme lima tahunan berjalan dengan teratur dan stabil, sebab sepertiga anggota MPR dikontrol dengan pengangkatan (Suwarno, 1996: 164). Sedangkan untuk meredakan konflik ideologis, maka ORBA membangun konsep baru tentang demokrasi, yaitu Demokrasi Pancasila yang sebenarnya bersifat otoriter dengan angkatan bersebjata menjadi intinya. ORBA bersifat anti komunis, anti-Islamis dan mempunyai komitmen terhadap pembangunan (Cribb, 2000: 58).
Pembangunan di segala bidang dengan priorotas pertumbuhan ekonomi ini telah menghasilkan ketidakmerataan pendapatan, sehingga perbedaan antara orang kaya denga orang miskin sangat terlihat, sedangkan pemerintah dan penguasa menjalin kerjasama untuk kepentingan pribadi dan keluarga pejabat. Akhirnya KKN seakan menjadi budaya yang wajar.
Berakhirnya ORLA ditandai dengan adanya krisis moneter 1997 yang merambat pada krisis kepercayaan dan krisis politik, sehingga banyak terjadi demonstrasi-demonstrasi yang dipelopori oleh para mahasiswa untuk memberhentikan Soeharto, juga ultimatum MPr dan pengunduran diri 14 menteri-menterinya, maka Soeharto mennyatakan berhenti menjadi presiden pada hari Kamis, 21 Mei 1998.

f.     Masa Orde Reformasi
Sebagai tokoh transisi, B.J. Habibie naik menjadi presiden menggantikan Soeharto dan dikatakan berhasil dengan prakarsa awalnya yaitu reformmasi politik. Rundingan bersama pimpinan MPR dan DPR menghasilkan Sidang Istimewa MPR pada Desember 1998 yang diantaranya menghasilkan keputusan memberikan mandat kepada presiden untuk menyelenggarakan Pemilu baru pada tahun 1999 yang oleh banyak kalangan termasuk pengamat luar negeri dikatakan sebagai emilu yang paling demokratis bila dibandingkan dengan pemilu-pemilu di zaman orde baru.
Pada masa ini mulai tumbuh kesepakatan politik seluruh anggota MPR untuk mengamandemen UUD 1945 agar lebih lengkap, lebih jelas (tidak multi-interpretable) dan sesuai dengan dinamika masyarakat serta perkembangan zaman. Sedangkan Pembukaan UUD 1945 dan konsep negara kesatuan sebagaimana termaktu di dalam pasal 1 ayat (1) tidak akan diubah.
Berbagai perubahan UUD 195 tersebut antara lain sebagai berikut:
1.        Membatasi kekuasaan presiden.
2.        Memperkuat kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif.
3.        Wilayah negara dan pembagian pemerintah daerah.
4.        Ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang HAM.
5.        Ketentuan tentang azas-azas landasan bernegara.
6.        Kelembagaan Negara dan hubungan antarlembaga Negara.
7.        Ketentuan tentang pemilihan umum.
8.        Penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
9.        Ketentan tentang pendidikan dan kebudayaan.
10.    Ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial.
11.    Aturan peralihan dan aturan tambahan.

Terjadinya penyimpangan-penyimpangan konstitusi dapat dilakukan oleh lembaga negara sebagai suprastruktur politik maupun kekuatan politik masyarakat (infrastruktur politik). Penyimpangan ini dapat terjadi karena adanya pemahaman atau penafsiran yang berbeda-beda, adanya kelompok yang dengan sengaja membelokkan atau memanfaatkan untuk tujuan tertentu, dan ambisi kekuasaan. Berbagai penyimpangan konstitusi tersebut, antara lain:
1.    Masa awal kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949).
Presiden menjalankan kekuasaan eksekutif, menjalankan kekuasaan MPR dan DPR, kekuasaan presiden yang sangat luas ini tanpa diimbangi dan diawasi oleh lembaga lainnya ð penyimpangan UUD 1945 Pasal 17 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:
(1)   Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara,
(2)   Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
2.    Masa Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
Konstitusi yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949 bersamaan dengan penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Penyimpangan dalam Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah suatu negara hukum yang berbentuk federasi.
3.    Masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
UUDS ini terbentuk dengan mengubah UUD 1945 ditambah prinsip-prinsip yang baik dari Konstitusi RIS. Pada Pasal 83 dan84 UUDS terdapat pernyataan bahwa DPR dapat membubarkan kabinet. Sebagai imbangannya, presiden memiliki kedudukan yang kuat dan dapat membubarkan DPR.
4.    Masa Orde Lama.
Pelaksanaan UUD 1945 dianggap tidak murni dan tidak konsekuen karena adanya unsur PKI dalam pemerintahan yang ingin menggantikan Pancasila dengan idologi komunis.
5.    Masa Orde Baru.
Pemerintahan Soeharto dianggap tidak mampu membwa kesejahteraan rakyat karena banyaknya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam penyelenggaraan negara.
Penyimpangan yang terjadi setelah kembali ke UUD 1945 sejak Dekrit Presiden sampai sekarang dapat dirincikan, antara lain sebagai berikut:
a.    Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, posisi lembaga kepresidenan sangat sulit untuk dikontrol.
b.    Pembubaran DPR oleh presiden karena DPR tidak menyetujui atau menolak RAPBN yang diajukan pemerintah.
c.    Pengangkatan presiden seumur hidup (Tap MPR No. III/MPRS/1963)
d.   Manifesto politik, pidato presiden dijadikan sebagai GBHN (Tap MPRS No. V/MPRS/1965)
e.    Pelaksanaan politik luar negeri yang condong ke poros RRC.
f.     Praktik KKN.
g.    Politik uang (Money politik).
h.    Pelanggaran hak-hak politik rakyat, termasuk HAM.
i.      Sentralisasi kekuasaan, dan lain-lain.

D.  AMANDEMEN UUD 1945
Dalam konstitusi, reformasi memberikan tuntutan perubahan UUD Negara RI, yaitu sebagai berikut (Ngadilah, 2007):
a.    Suatu langkah terobosan yang mendasar, karena sebelumnya tidak dikehendaki,
b.    Kebutuhan bersama bangsa Indonesia,
c.    Perwujudan tuntutan reformasi,
d.   Upaya penyempurnaan aturan dasar untuk lebih memantapkan usaha pencapaian cita-cita proklamasi.
Pada sidang MPR tahun 1999 seluruh anggota dan pimpinan MPR telah sepakat bulat untuk mengamandemen UUD 1945 dengan catatan (Istianah, 2002):
1.    Amandemen tidak merubah negara kesatuan RI.
2.    Amandemen tidak merubah Pembukaan UUD 1945.
3.    Amandemen tetap mempertahankan sistem presidensial.
4.    Amandemen dilakukan secara adindum.
5.    Penjelasan UUD 1945 yang bernilai positif ditarik ke dalam Batang Tubuh.
Sejak tahun 1999-2002, MPR RI telah empat kali menetapkan peubahan pasal-pasal  dalam UUD 1945, artinya ada pasal-pasal yang diubah dan ada pula yang ditambah, yaitu:
a.    Perubahan pertama UUD 1945, hasil Sidang Umum MPR tahun 1999 (14-21 Oktober 1999).
b.    Perubahan kedua UUD 1945, hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2000 (7-18 Agustus 2000).
c.    Perubahan ketiga  UUD 1945, hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2001 (1-9 November 2001).
d.   Perubahan keempat UUD 1945, hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2002 (1-10 Agustus 2002).
Semua perubahan itu dilakukan secara bertahap dan sistematis dalam rangka memperjelas, melengkapi, dan menyempurnakan konstitusi negara RI.



Daftar Pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar