Rita Maya

Rita Maya

Minggu, 20 November 2011

Coretan 20 November 2011


PESONA WAJAH GUNUNGKIDUL
Kabupaten Gunungkidul adalah kabupaten yang berada di ujung selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bebarapa tahun terakhir kabupaten ini semakin gagah mengepakan sayap-sayap kesenian, kebudayaan, dan pariwisatanya. Sejumlah objek wisata di Gunungkidul bahkan menjadi tujuan utama wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Kesenian khas dari daerah penghasil ketela pohon ini adalah bersih desa atau istilah di masyarakat Gunungkidul disebut Rasulan. Hampir setiap desa di setiap tahunnya mengadakan acara Rasulan dengan menghadirkan pagelaran wayang kulit, kethoprak, ledhek (tayub), reog, campursari atau kesenian lainnya  yang juga dimeriahkan pasar malam dan berbagai perlombaan pada waktu acara tersebut dilaksanakan. Sehingga tak jarang acara Rasulan berlangsung 4-7 hari dan menelan biaya yang tidak sedikit. Selain biaya, warga juga harus menyediakan masakan-masakan khas Rasulan seperti nasi uduk, rempeyek, sayur cabai, abon atau srondeng, gudheg , mie, daging ayam atau telur untuk ingkung dan sebagainya. Tradisi besar ini biasanya dilaksanakan setelah musim panen yang kedua atau sesudah musim kemarau. Biaya untuk melaksanakan tradisi ini berkisar 30 juta-40 juta. Pada hakikatnya, Rasulan adalah wujud permohonan kepada Tuhan agar kehidupannya diberi keselamatan dan kemudahan mencari rezeki dan juga sekaligus sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas pemberian hasil panen pada tahun itu.
Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa termasuk Gunungkidul. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden yang umumnya mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ).
Kesenian yang tak kalah terkenal di Gunungkidul adalah Jathilan. Jathilan merupakan kesenian yang menyatukan antara unsur gerakan tari dengan magis. Kesenian yang juga sering disebut dengan nama jaran kepang atau jaran dor ini dapat dijumpai di desa-desa di Jawa, tak hanya di DIY. Pagelaran ini dimulai dengan tari-tarian. Kemudian para penari bak kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan. Di saat para penari bergerak mengikuti irama musik dari jenis alat musik jenis alat gamelan seperti saron, kendang, dan gong ini, terdapat pemain lain yang mengawasi dengan memegang pecut atau cemeti. Para penari ini juga melakukan atraksi-atraksi berbahaya yang tak dapat dinalar oleh akal sehat, misalnya kebal terhadap senjata tajam. Kesenian berikutnya yang sangat memesona adalah reog yang tidak dapat dipisahkan dari tradisi Rasulan. Reog Gunungkidul biasanya hanya berupa tarian pertempuran antara kelompok kiri dan kanan: hitam dan putih atau merah dan putih yang ditambah dengan adegan warok, bujangganong, kuda lumping, dan penthul-tembem. Musik yang digunakan adalah gamelan dengan komposisi yang amat sederhana, hanya mengandalkan kendang, kenong-kempul dan gong, malam itu ditambah drum atau bedug untuk lebih menimbulkan efek berdegub, seolah panggilan bagi seluruh warga desa untuk menyatu.
Kekhasan Gunungkidul yang membedakannya dengan kabupaten di DIY adalah kesenian musik campursari. Musik campursari menggunakan bahasa jawa dan diiringi alat-alat musik gamelan dengan instrumen langgam dan gending, sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Selain, campursari juga dikenal kesenian musik yang mencerminkan rakyat Gunungkidul yang sederhana, ulet, dan dekat dengan alam, yaitu kesenian Rinding Gumbeng yang menyajikan alunan musik khas, indah, melodius, serta dinamis nan ekspresif. Alat musik rinding dan gumbeng adalah seperangkat alat musik yang dibuat dari bahan bambu.
Gunungkidul juga menyuguhkan wisata budaya yang menakjubkan, seperti upacara adat Cing-cing Goling, yaitu upacara selamatan yang berskala besar. Keperluan untuk upacara tersebut misalnya pembuatan tempat upacara, pembelian ayam yang berkisar 500-800 ekor untuk keperluan upacara, pembelian berbagai sesaji, pementasan berbagai kesenian adat berupa cerita rakyat dalam bentuk fragmen yang berkisah tentang cerita pelarian orang-orang dari Kerajaan Majapahit (pada salah satu adegan terlihat puluhan orang berlarian menginjak-injak tanaman pertanian yang terdapat di sekitar bendungan. Berdasarkan kepercayaan masyarakat, tanaman yang diinjak-injak saat berlangsung Upacara Cing-cing Goling itu akan bertambah subur), dan pementasan Tari Cing-cing Goling. Perayaan Upacara Cing-cing Goling digelar di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul atau 8 km di sebelah timur Kota Wonosari.
Selain sebagai daerah yang sarat dengan nilai seni dan budya, Gunungkidul adalah daerah yang berbatasan langsung dengan laut selatan, sehingga mempunyai obyek wisata pantai handal yang melimpah. Keindahan kecup laut dan daratan menjadi potensi pariwisata Gunung kidul yang akan menjadi penyumbang bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Obyek wisata pantai di Gunungkidul ini mencapai 46 pantai, yang tersebar di kecamatan Tepus, Tanjungsari, Saptosari, Panggang, Girisubo, dan Purwosari.
Dengan berbagai keistimewaan yang dimiliki Gunungkidul, tak salah jika Gunungkidul pun ikut meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Yogyakarta sebagai kota wisata kedua di Indonesia setelah Bali. (Rita Maya)
                  
                 Rinding Gumbeng                              Jathilan                                  Campursari
      
       Tradisi Rasulan          Reog Gunungkidul             Wayang Kulit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar